Roll

ADVENTINO (072.14.008) MAHASISWA JURUSAN TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA SEMUA JERIH PAYAH AKAN TERBAYARKAN SUATU SAAT NANTI

Mengenai Saya

Foto Saya
Mahasiswa Teknik Geologi Angkatan 2014 Universitas Trisakti Jakarta
adventino. Diberdayakan oleh Blogger.

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Pages - Menu

Kamis, 19 Mei 2016

PROJEK ANALISA FORAMINIFERA BENTHONIK BESERTA PERANAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN




Adventino                      (072.14.008)
Farhan Fauzan M           (072.14.044)



TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2016





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Mikropaleontologi
Mikropaleontologi merupakan cabang paleontologi yang mempelajari mikrofosil, ilmu ini mempelajari masalah organisme yang hidup pada masa yang lampau yangberukuran sangat renik (mikroskopis), yang dalam pengamatannya harus menggunakan Mikroskop atau biasa disebut micro fossils (fosil mikro).
1.2  Fosil
Fosil adalah  sisa-sisa tumbuhan, hewan, dan bekas kerangka manusia yang sudah membatu. Fosil mengalami proses pengendapan selama jutaan tahun dan mengalami suatu tekanan dan temperature yang tinggi.
1.3  Genus
Genus merupakan salah satu bentuk pengelompokan dalam klasifikasi makhluk hidup yang lebih rendah dari familia. Anggota-anggota genus memiliki kesamaan morfologi dan kekerabatan yang dekat. Terdapat banyak genus pada foraminifera bentonik, beberapa genus tersebut akan dibahas satu persatu dalam karya ilmiah ini.
1.4  Spesies
Spesies atau jenis adalah suatu takson yang dipakai dalam taksonomi untuk menunjuk pada satu atau beberapa kelompok individu (populasi) yang serupa dan dapat saling membuahi satu sama lain di dalam kelompoknya (saling membagi gen) namun tidak dapat dengan anggota kelompok yang lain.
1.5  Preparasi Fosil
Preparasi adalah proses pemisahan fosil dari batuan dan material pengotor lainnya. Proses ini pada umumnya bertujuan untuk memisahkan mikrofosil yang terdapat dalam batuan dari material-material lempung (matrik) yang menyelimutinya.
1.6  Penamaan Fosil
Tata penamaan fosil mengikuti tata penamaan yang diterapkan dalam dunia biologi. Sistem penamaan ini disebut nomenklatur taksonomi (taxonomic nomenclature), yang terdiri atas dua kata (binomial nomenclature). Kata pertama menunjukkan nama keluarga (genus) dan kata kedua menunjukkan nama jenis (spesies).  Nama ilmiah ini berasal dari bahasa Latin dan ditulis dengan huruf miring, atau diberi garis bawah. Tujuan pemakaian nama ilmiah adalah pertama, agar para ahli dapat secara spesifik menentukan individu/ organisma/fosil tertentu yang mereka maksud. Kedua, untuk menghindari kebingungan mengenai individu/organisma/fosil mana yang dimaksud.
1.7  Skala Waktu Geologi (Geology Time Scale)
digunakan oleh para ahli geologi dan ilmuwan untuk menjelaskan waktu dan hubungan antar peristiwa yang terjadi sepanjang sejarah Bumi

Gambar 1.7 Tabel Skala Waktu Geologi







BAB II
TEORI DASAR

2.1 Pengertian Foraminifera Benthonik
Foraminifera benthonik merupakan jenis foraminifera yang hidup dengan cara menambatkan diri dengan menggunakan vegile atau sesile serta hidup didasar laut pada kedalaman tertentu. Foraminifera dapat didefenisikan sebagai organisme bersel tunggal yang hidupnya secara akuatik (terutama hidup di laut), mempunyai satu atau lebih kamar yang terpisah satu sama lain oleh sekat (septa) yang ditembusi oleh banyak lubang halus (foramen).
Foraminifera benthonik dapat pula hidup pada kedalaman-kedalaman tertentu yakni sebagai berikut.
2.1.1 Hidup pada kedalaman antara 0-100 meter (litoral)
2.1.2 Hidup pada kedalaman antara 0-200 meter (neritik)
2.1.3 Hidup pada kedalaman200-2000 meter (bathyal)
2.1.4 Hidup pada kedalaman >2000 meter (abysal)
Fosil benthonik juga dapat digunakan dalam memecahkan masalah geologi antara lain sebagai berikut.
2.1.5 Sebagai fosil petunjuk
2.1.6 Digunakan dalam pengkorelasian batuan
2.1.7 Penentuan lingkungan pengendapan pada lapisan batuan
2.2 Siklus Perkembangbiakan
Perkembangan foraminifera dapat berlangsung secara aseksual dan seksual. Adanya bentuk megalosfeer dan mikrosfeer dalam satu spesies, disebut sebagai dimorfisme. Hal ini menyebabkan adanya dua bentuk yang berlainan dalam satu spesies yang sama. 

Gambar 2.2 Secara aseksual dan seksual

2.3 Cangkang
Karakter dasar foraminifera adalah adanya cangkang membentuk kamar-kamar yang dihubungkan oleh pori-pori halus (foramen). Cangkang foraminifera dapat terbentuk dari zat-zat yang gampingan, silikaan, chitin ataupun aglutin yang sangat resisten, sehingga golongan ini banyak yang terawetkan sebagai fosil.

Gambar 2.3 Bagian-bagian penyusun pembentuk cangkang

2.4 Bentuk Cangkang
Foraminifera membentuk cangkang atas satu atau beberapa kamar. Berdasarkan jumlah kamar yang dipunyainya, dapat diketahui berupa Monotalamus test (uniloculer) yaitu cangkang foraminifera yang terdiri atas satu kamar atau bentuk cangkang sederhana. Sedangkan yang kedua adalah Politalamus test (multiloculer) yaitu cangkang foraminifera terdiri atas banyak kamar (kompleks).

A.    Bentuk cangkang Monotalamus

Gambar 2.4.1 Macam-macam bentuk cangkang monotalamus


Gambar 2.4.2 Kenampakan langsung pada mikrospkop bentuk cangkang monothalamus

B.     Bentuk cangkang Polythalamus
1.        Uniformed : dalam 1 bentuk cangkang didapatkan 1 macam susunan                 kamar
2.        Biformed : dalam 1 bentuk cangkang didapatkan 2 macam susunan kamar. Misal: pada awalnya mempunyai kamar triserial, kemudian biserial. Contoh: Heterostomella, Cribrostomum
3.        Triformed : dalam 1 bentuk cangkang didapatkan 3 macam susunan kamar. Misalnya awalnya biserial kemudian terputar dan akhirnya uniserial. Contoh: Vulvulina, Semitextularia
4.        Multiformed : dalam 1 bentuk cangkang didapatkan >3 macam susunan kamar. (tipe ini jarang dijumpai)

Gambar 2.4.3 Bentuk cangkang Polythalamus

2.5 Aperture
Aperture bagian penting pada cangkang foraminifera, karena merupakan lubang pada kamar akhir tempat protoplasma organisme tersebut bergerak keluar masuk. Berikut ini macam-macam aperture.
a.       Primary aperture interiormarginal (aperture utama interior marginal):
1.      Primary aperture interiormarginal umbilical: aperture utama interiomarginal yang terletak pada daerah pusat putaran (umbilicus).
2.      Primary aperture interiormarginal equatorial: aperture utama interiomarginal yang terletak pada equator test. Cirinya adalah apabila dari samping terlihat simetri dan dijumpai pada susunan planispiral
3.      Primary aperture extra umbilical: aperture utama interiormarginal yang memanjang dari pusat ke peri-peri.
b.      Secondary aperture (aperture sekunder): lubang lain (tambahan) dari aperture utama dan berukuran lebih kecil.
c.       Accessory aperture (aperture aksesoris): aperture sekunder yang terletak pada struktur aksesoris atau struktur tambahan.

Gambar 2.5 Bentuk dan posisi aperture Foraminifera
2.6 Hiasan Atau Ornamentasi
Hiasan dipakai sebagai penciri khas untuk genus atau spesies. Berdasarkan letaknya, hiasan dibagi atas beberapa :  
2.6.1        Suture
2.6.1.1  Bridge: bentuk seperti jembatan
2.6.1.2  Limbate:  bentuk suture yang menebal
2.6.1.3  Retral processes: bentuk suture zig-zag
2.6.1.4  Raisced bosses: bentuk tonjolan
2.6.2        Peri-peri
2.6.2.1  Keel: lapisan tepi yang tipis dan bening
2.6.2.2  Spine: lapisan yang menyerupai duri runcing
2.6.3        Permukaan Cangkang
2.6.3.1  Punctuate: berbintik-bintik 
2.6.3.2  Smooth: mulus/licin
2.6.3.3  Reticulate: mempunyai sarang lebah
2.6.3.4  Pustulose: tonjolan-tonjolan bulat
2.6.3.4  Cancallate: tonjolan-tonjolan memanjang
2.6.4        Umbilicus
2.6.4.1  Umbilical plug: umbilical yang mempunyai penutup
2.6.4.2  Deeply umbilical: umbilical yang berlubang dalam
2.6.4.3  Open umbilical: umbilical yang terbuka lebar 
2.6.4.4  Ventral umbo:  umbilicus yang menonjol ke permukaan
2.6.5        Aperture
2.6.5.1  Tooth: menyerupai gigi
2.6.5.2  Lip/rim: bentuk bibir aperture yang menebal
2.6.5.3  Bulla: bentuk segienam teratur 
2.6.5.4  Tegilla:  bentuk segienam tidak teratur 

Gambar 2.6 Hiasan pada Foraminifera




BAB III
GENUS FORAMINIFERA BENTONIK

3.1 Ciri-ciri Trochammina
3.1.1 Pengertian
Merupakan genus bagian dari Foraminifera.
3.1.2 Deskripsi Fosil

Cangkang : spiral , trochoid , semua kamar terlihat dari sisi dorsal , hanya mereka   yang terakhir terbentuk whorl dari ventral , yang bervariasi dari banyak dikompresi untuk hampir bulat ;
Dinding    : arenaceous
Aperture   : suatu celah melengkung di margin bagian dalam sisi ventral dari ruangan

3.2 Spesies Trochammina
            3.2.1 Trochammina abrupta 

Class              : Rotaliata  
Subclass        : Textulariana 
Order             : Trochamminida 
Family           : Trochamminidae
                        
Taxon Profile

   3.2.2 Trochammina alpina
Class              : Rotaliata  
Subclass        : Textulariana 
Order             : Trochamminida 
Family           : Trochamminidae
                        
Taxon Profile

   3.2.3 Trochammina alutensis

Class              : Rotaliata  
Subclass        : Textulariana 
Order             : Trochamminida 
Family           : Trochamminidae
                        
Taxon Profile

3.3 Ciri-ciri Haploragmoides
3.3.1 Pengertian
Merupakan genus bagian dari Foraminifera.
3.3.2 Deskripsi Fosil

Cangkang : planispiral , beberapa gulungan , biasanya tidak sepenuhnya rumit ;   ruang sederhana 
Dinding   : berpasir atau dengan spikula spons , tegas disemen , jumlah semen sangat bervariasi dalam spesies yang berbeda ;
Aperture  : sederhana , di dasar wajah apertural ruangan.

3.4 Spesies Haploragmoides
3.4.1    Haploragmoides bubiki
 
Class              : Rotaliata  
Subclass        : Textulariana 
Order             : Haploragmoididae 
Family           : Haploragmoididae 
                        
Taxon Profile


3.4.2    Haploragmoides walteri

Class              : Rotaliata  
Subclass        : Textulariana 
Order             : Haploragmoididae 
Family           : Haploragmoididae 
                        
Taxon Profile


3.5 Ciri-ciri Milliammina
3.5.1 Pengertian
Merupakan genus bagian dari Foraminifera.

3.5.2 Deskripsi Fosil

Cangkang : pada tahap awal planispiral , ruang setengah kumparan    panjang, kemudian menambahkan dalam berbagai bidang dan menjadi tidak  teratur triloculine atau quinqueloculine dalam pandangan akhir;
Dinding   : halus areanaceous , dengan semen mengandung silica
Aperture  : bulat , terminal , dengan tepi dalam sering infolded menyerupai gigi

3.6 Spesies Milliammina
   3.6.1 Milliammina fusca

Class              : Miliolata
Subclass        : Miliamminana
Order             : Schlumbergerinida
Family           : Rzehakinidae
                        
Taxon Profile




3.6.2 Milliammina obliqua

Class              : Miliolata
Subclass        : Miliamminana
Order             : Schlumbergerinida
Family           : Rzehakinidae
                        
Taxon Profile

3.7 Ciri-ciri Ammobaculites
3.7.1 Pengertian
Merupakan genus bagian dari Foraminifera.
3.7.2 Deskripsi Fosil



Cangkang         : ruang awal close melingkar , kemudian yang dibiasanya serangkaian linier , sederhana
Dinding            : arenaceous
Aperture            : pada tahap awal di dasar wajah apertural , pada orang  dewasa bulat , terminal , sederhana .

3.7 Spesies Ammobaculites
   3.7.1 Ammobaculites agglutinans

Class              : Rotaliata  
Subclass        : Textulariana 
Order             : Lituolida
Family           : Lituolidae
                        
Taxon Profile


   3.7.1 Ammobaculites barrowensis

Class              : Rotaliata  
Subclass        : Textulariana 
Order             : Lituolida
Family           : Lituolidae
                        
Taxon Profile


3.8 Ciri-ciri Elphidium
3.8.1 Pengertian
Merupakan genus bagian dari Foraminifera.
3.8.2 Deskripsi Fosil




Cangkang : lenticular , planispirally terdaftar , involute atau sebagian evolute ,  biumbonate , mungkin memiliki konektor pusar di setiap sisi , tujuh hingga dua ruang di whorl akhir .
Suture       : sangat menorehkan , membentuk ruang interlocular yang berkomunikasi dengan sistem kanal spiral pusar . Dinding: berkapur , halus melubangi
Aperture  : pori tunggal interiomarginal atau beberapa , dan mungkin memiliki bukaan areal tambahan.


3.9 Spesies Elphidium

   3.9.1 Elphidium aculeatum

Class              : Rotaliata  
Subclass        : Rotaliana
Order             : Elphidiida
Family           : Elphidiida
                        
Taxon Profile

3.9.2 Elphidium advenum


Class              : Rotaliata  
Subclass        : Rotaliana
Order             : Elphidiida
Family           : Elphidiida
                        
Taxon Profile

3.10 Ciri-ciri Ammonia
3.8.1 Pengertian
Merupakan genus bagian dari Foraminifera.
3.8.2 Deskripsi Fosil


Cangkang : bikonveks dengan trochospiral rendah 3 sampai 4 evolusi , spiral sisi evolute , pusar sisi rumit dan mungkin memiliki konektor pusar dikelilingi oleh fisura pusar .
Aperture : aperture primer lengkungan extraumbilical interiomarginal , berbatasan dengan bibir yang menonjol pada akhir pusar .

3.11 Spesies Ammonia
   3.11.1 Ammonia beccarii

Class              : Rotaliata  
Subclass        : Rotaliana
Order             : Rotaliida
Family           : Rotaliidae
                        
Taxon Profile

   3.11.2 Ammonia tepida


Class              : Rotaliata  
Subclass        : Rotaliana
Order             : Rotaliida
Family           : Rotaliidae
                        
Taxon Profile


   3.11.2 Ammonia pauciloculata


Class              : Rotaliata  
Subclass        : Rotaliana
Order             : Rotaliida
Family           : Rotaliidae
                        
Taxon Profile






BAB IV
LINGKUNGAN PENGENDAPAN

1.1              Pengertian Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan adalah tempat mengendapnya material sedimen beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya mekanisme pengendapan tetentu. (Gould, 1972)
1.2              Tipe-tipe lingkungan pengendapan
Terdapat beberapa tipe lingkungan pengendapan yang terjadi dibumi, diantaranya :
a.       Lingkungan pengendapan daratan

1.      Alluvial fan
Endapan menyerupai kipas yang terbentuk di kaki gunung. Alluvial fans umum berada di daerah kering sampai semi-kering dimana curah hujan jarang tetapi deras, dan laju erosi besar. Endapan alluvial fan khas akan kwarsa, pasir dan gravel bersorting buruk.
2.      Lingkungan Fluvial
        Mencakup braided river, sungai bermeander, dan jeram. Endapan di saluran-saluran sungai terdiri dari kwarsa, gravel dengan kebundaran baik, dan pasir. Sementara, dataran-dataran banjir ditutupi oleh lempung dan lanau.
3.      Danau
Diisi oleh sedimen evaporit, karbonatan, atau terrigeneous. Sedimen berbutir halus dan bahan organic yang mengendap pada beberapa danau menghasilkan serpih berlapis yang mengandung minyak.
4.      Gurun
Biasanya berupa daerah luas dengan bukit-bukit dari endapan pasir. Endapan pasir mempunyai sorting yang baik, kebundaran yang baik, cross-bedded tanpa adanya asosiasi dengan gravel atau lempung.  
5.      Rawa
Air yang diam dengan tumbuhan hidup didalamnya. Terdapat endapan batu bara.

b.       Lingkungan pengendapan transisi

1.   Delta
     Endapan berbentuk kipas, terbentuk ketika sungai mengaliri badan air yang diam seperti laut atau danau. Pasir adalah endapan yang paling umum ditemui.
2.     Pantai dan barrier island
     Didominasi oleh pasir dengan fauna marine. Barrier islands terpisah dari pulau utama oleh lagoon. Umumnya berasosiasi dengan endapan tidal flat.
3.      Lagoons
Badan dari air yang menuju darat dari barrier islandsLagoons dilindungi dari gelombang laut yang merusak oleh barrier islands dan mengandung sediment berbutir lebih halus dibandingkan dengan yang ada di pantai (biasanya lanau dan lumpur). Lagoons juga hadir di balik reef atau berada di pusat atoll.
4.     Tidal Flats
       Membatasi lagoons, secara periodik mengalami pasang surut (biasanya 2 kali sehari), mempunyai relief yang rendah, dipotong oleh saluran  yang bermeander. Terdiri dari lapisan-lapisan lempung, lanau, pasir halus. Stromatolit dapat hadir jika kondisi memungkinkan.


c.       Lingkungan pengendapan laut



1.      Reefs
Tahan terhadap gelombang, strukturnya terbentuk dari kerangka berbahan calcareous dari organisme seperti koral dan beberapa jenis alga. Kebanyakan reef zaman resen berada pada laut yang hangat, dangkal, jernih, laut tropis, dan cahaya matahari diperlukan untuk pertumbuhan reef.
2.      Continental shelf
Terletak pada tepi kontinen, relative datar (slope < 0.1o), dangkal (kedalaman kurang dari 200 m), lebarnya mampu mencapai beberapa ratus meter. Continental shelf ditutupi oleh pasir, lumpur, dan lanau.
3.      Continental slope dan continental rise
Terletak pada dasar laut dari continental shelfContinental slope adalah bagian paling curam pada tepi kontinen. Continental slope melewati dasar laut menuju continental rise, yang punya kemiringan yang lebih landai. Continental rise adalah pusat pengendapan sedimen yang tebal akibat dari arus turbidity.
4.      Abyssal plain
Merupakan lantai dasar samudera. Pada dasarnya datar dan dilapisi oleh very fine-grained sediment, tersusun terutama oleh lempung dan sel-sel organisme mikroskopis seperti foraminifera, radiolarians,dan diatom.

                           





BAB V
                                                           KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari analisa tentang foraminifera bentonik serta peranan lingkungan pengendapan, maka penulis menarik beberapa kesimpulan diantaranya:
1.     Pada penamaan genus harus disertai dengan huruf besar didepan dan diikuti nama spesies dibelakangnya dengan huruf kecil serta digaris bawah atau di miringkan
2.      Dapat diketahui bahwa foraminifera terbagi atas planktonik dan bhentonik
3.  Foraminifera bhentonik dapat mengetahui suatu lingkungan pengendapan litologi pada batuan
4.   Foraminifera bentonik hidupnya menggunakan sesile dan vegile sehingga sering dijumpai pada dasar laut, dan menempatkan diri dengan organisme lain (parasit)
5. Lingkungan pengendapan terbagi atas lingkungan pengendapan daratan, lingkungan pengendapan transisi serta lingkungan pengendapan laut.
6.      Pada lingkungan pengendapan laut, terdapat lingkungan neritik, bathyal dan abysal
7.    Organisme didalam laut membutuhkan nutrisi yang cukup, sehingga sering dijumpai pada kedalaman neritik-bathyal
8.      Lingkungan abysal merupakan laut dalam dengan kedalaman >2000 meter, sehingga sering disebut sebagai dasar samudera





BAB VI
                                                      DAFTAR PUSTAKA

Adams C. G. (1970) – A reconsideration of East Indian letter classification of the
       Tertiary. Bull. Br. Mus. Nat. Hist. (Geol), vol.19, no.3, p.85-137
Blow, W. H., 1969: Late Middle Eocene to Recent planktonic foraminiferal
       Biostratigraphy. In, Bronniman, P. And Renz, H. H. Eds., Proceedings
       Of the first international confrence on planktonic microfossils, vol. 1,
       1-422
Kennet, J. P, and Srinivasan, M. S., 1983: Neogene Plantonic Foraminifera,
       A Phylogenetic Atlas. Hutchison Ross Publishing Company, 265pp
Loeblich, A. R. Jr, and Tappan, H, 1988 : Foraminiferal Genera and Their   Classification, Van Nostrand and Reinhold Company, New York
Pringgoprawiro H. (1987) – Diktat Mikropaleontologi umum.
        Lab. Mikropaleontologi, Jurusan Teknik Geologi, ITB; Bandung
        diunduh pada tanggal 15 Mei 2016 pukul 20.15 WIB
http://dokumen.tips/documents/lingkungan-pengendapan-lautppt.html, diunduh pada tanggal 16 Mei 2016 pukul 22.50 WIB











LAMPIRAN