Batuan beku dan Mineral Seri Reaksi Bowen
Batuan beku dan Mineral Seri Reaksi Bowen
A. Batuan Beku
1. Definisi dan proses pembentukan
Batuan beku (igneus) merupakan batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras selama perjalanannya ke permukaan bumi (peristiwa penghabluran), dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik).
2. Karakteristik
2.1 Sifat fisik
2.1.1 Tekstur
Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat antar mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antara mineral-mineral dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan.
Tekstur ditentukan oleh :
Kristalinitas yakni derajat kristalisasi saat batuan beku terbentuk.
• Holokristalin yakni batuan beku yang tersusun seluruhnya oleh kristal.
• Hipokristalin yakni batuan beku yang tersusun sebagian oleh massa kristal dan massa gelas.
• Holohialin yakni batuan beku yang tersusun oleh massa gelas.
Granularitas yakni besar butir pada batuan beku.
• Fanerik/fanerokristalin
Halus (fine), butir berdiameter < 1mm.
Sedang (medium), diameter butir 1 – 5 mm.
Kasar (coarse), diameter butir 5 – 30 mm.
Sangat kasar (very coarse), diameter butir > 30 mm.
• Afanitik
Mikrokristalin, diameter butir 0,1 – 0,01 mm.
Kriptokristalin, diameter butir 0,01 – 0,002 mm.
Amorf/glassy yang tersusun oleh massa gelas.
Bentuk Kristal yaitu sifat dari suatu kristal dalam batuan.
• Ditinjau dari pandangan 2 dimensi
Euhedral, jika batas mineral berupa bentuk asli bidang kristal.
Subhedral, jika sebagian batas kristal tidak tampak lagi.
Anhedral, jika mineral sudah tidak memiliki bidang kristal asli.
• Ditinjau dari pandangan 3 dimensi
Equidimensional, jika ketiga dimensi bentuk kristal sama panjang.
Tabular, jika kedua dimensi bentuk kristal lebih panjang daripada 1 dimensi yang lain.
Prismitik, jika satu dimensi bentuk kristal lebih panjang daripada kedua dimensi lain.
Irregular, jika bentuk kristal tidak teratur.
Hubungan antarkristal
• Equigranular, jika kristal pembentuk batuan berukuran relatif sama besar.
Panidiomorfik, jika sebagian besar mineralnya terdiri dari mineral yang euhedral.
Hipidiomorfik, jika sebagian besar mineralnya terdiri dari mineral yang subhedral.
Allotriomorfik, jika sebagian besar mineralnya terdiri dari mineral yang anhedral.
• Inequigranular, jika kristal pembentuk batuan berukuran tidak sama besar.
2.1.2 Struktur
Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi kedudukan lapisan yang jelas/umum dari lapisan batuan.
Pillow lava yakni struktur yang menyerupai bantal dan menjadi ciri khas dari batuan vulkanik bawah laut.
Joint yakni struktur yang ditandai dengan kekar-kekar yang tersusun tegak lurus arah aliran.
Masif yakni struktur yang tidak menunjukkan sifat aliran, jejak gas, dan fragmen lain yang tertanam dalam batuan beku.
Vesikuler yakni struktur berlubang-lubang yang disebabkan keluarnya gas ketika pembekuan magma dan menunjukkan arah teratur.
Skoria yakni struktur yang menyerupai vesikuler dengan lubang lebih besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.
Amigdaloidal yakni struktur yang lubang-lubang gasnya telah terisi mineral sekunder, seperti mineral silikat atau karbonat.
Xenolitis yakni struktur yang memperlihatkan adanya fragmen atau pecahan batuan lain yang masuk ke batuan yang mengintrusi.
2.2 Komposisi mineral
Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku, cukup dengan mempergunakan indeks warna dari batuan kristal. Atas dasar warna mineral sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
• Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari mineral kwarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit.
• Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap, terutama biotit, piroksen, amphibol dan olivin.
B. Mineral Seri Reaksi Bowen
Seri Reaksi Bowen (Bowen Reaction Series) menggambarkan proses pembentukan mineral pada saat pendinginan magma dimana ketika magma mendingin, magma tersebut mengalami reaksi yang spesifik. Dan dalam hal ini suhu merupakan faktor utama dalam pembentukan mineral.
Tahun 1929-1930, dalam penelitiannya Norman L. Bowen menemukan bahwa mineral-mineral terbentuk dan terpisah dari batuan lelehnya (magma) dan mengkristal sebagai magma mendingin (kristalisasi fraksional). Suhu magma dan laju pendinginan menentukan ciri dan sifat mineral yang terbentuk (tekstur, dll). Dan laju pendinginan yang lambat memungkinkan mineral yang lebih besar dapat terbentuk.
Dalam skema tersebut reaksi digambarkan dengan “Y”, dimana lengan bagian atas mewakili dua jalur/deret pembentukan yang berbeda. Lengan kanan atas merupakan deret reaksi yang berkelanjutan (continuous), sedangkan lengan kiri atas adalah deret reaksi yang terputus-putus/tak berkelanjutan (discontinuous).
1. Deret Continuous
Deret ini mewakili pembentukan feldspar plagioclase. Dimulai dengan feldspar yang kaya akan kalsium (Ca-feldspar, CaAlSiO) dan berlanjut reaksi dengan peningkatan bertahap dalam pembentukan natrium yang mengandung feldspar (Ca–Na-feldspar, CaNaAlSiO) sampai titik kesetimbangan tercapai pada suhu sekitar 9000C. Saat magma mendingin dan kalsium kehabisan ion, feldspar didominasi oleh pembentukan natrium feldspar (Na-Feldspar, NaAlSiO) hingga suhu sekitar 6000C feldspar dengan hamper 100% natrium terbentuk.
2. Deret Discontinuous
Pada deret ini mewakili formasi mineral ferro-magnesium silicate dimana satu mineral berubah menjadi mineral lainnya pada rentang temperatur tertentu dengan melakukan reaksi dengan sisa larutan magma. Diawali dengan pembentukan mineral Olivine yang merupakan satu-satunya mineral yang stabil pada atau di bawah 18000C. Ketika temperatur berkurang dan Pyroxene menjadi stabil (terbentuk). Sekitar 11000C, mineral yang mengandung kalsium (CaFeMgSiO) terbentuk dan pada kisaran suhu 9000C Amphibole terbentuk. Sampai pada suhu magma mendingin di 6000C Biotit mulai terbentuk.
Bila proses pendinginan yang berlangsung terlalu cepat, mineral yang telah ada tidak dapat bereaksi seluruhnya dengan sisa magma yang menyebabkan mineral yang terbentuk memiliki rim (selubung). Rim tersusun atas mineral yang telah terbentuk sebelumnya, misal Olivin dengan rim Pyroxene.
Deret ini berakhir dengan mengkristalnya Biotite dimana semua besi dan magnesium telah selesai dipergunakan dalam pembentukan mineral.
3. Apabila kedua jalur reaksi tersebut berakhir dan seluruh besi, magnesium, kalsium dan sodium habis, secara ideal yang tersisa hanya potassium, aluminium dan silica. Semua unsur sisa tersebut akan bergabung membentuk Othoclase Potassium Feldspar. Dan akan terbentuk mika muscovite apabila tekanan air cukup tinggi. Sisanya, larutan magma yang sebagian besar mengandung silica dan oksigen akan membentuk Quartz (kuarsa).
Dalam kristalisasi mineral-mineral ini tidak termasuk dalam deret reaksi karena proses pembentukannya yang saling terpisah dan independent.
A. Batuan Beku
1. Definisi dan proses pembentukan
Batuan beku (igneus) merupakan batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras selama perjalanannya ke permukaan bumi (peristiwa penghabluran), dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik).
2. Karakteristik
2.1 Sifat fisik
2.1.1 Tekstur
Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat antar mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antara mineral-mineral dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan.
Tekstur ditentukan oleh :
Kristalinitas yakni derajat kristalisasi saat batuan beku terbentuk.
• Holokristalin yakni batuan beku yang tersusun seluruhnya oleh kristal.
• Hipokristalin yakni batuan beku yang tersusun sebagian oleh massa kristal dan massa gelas.
• Holohialin yakni batuan beku yang tersusun oleh massa gelas.
Granularitas yakni besar butir pada batuan beku.
• Fanerik/fanerokristalin
Halus (fine), butir berdiameter < 1mm.
Sedang (medium), diameter butir 1 – 5 mm.
Kasar (coarse), diameter butir 5 – 30 mm.
Sangat kasar (very coarse), diameter butir > 30 mm.
• Afanitik
Mikrokristalin, diameter butir 0,1 – 0,01 mm.
Kriptokristalin, diameter butir 0,01 – 0,002 mm.
Amorf/glassy yang tersusun oleh massa gelas.
Bentuk Kristal yaitu sifat dari suatu kristal dalam batuan.
• Ditinjau dari pandangan 2 dimensi
Euhedral, jika batas mineral berupa bentuk asli bidang kristal.
Subhedral, jika sebagian batas kristal tidak tampak lagi.
Anhedral, jika mineral sudah tidak memiliki bidang kristal asli.
• Ditinjau dari pandangan 3 dimensi
Equidimensional, jika ketiga dimensi bentuk kristal sama panjang.
Tabular, jika kedua dimensi bentuk kristal lebih panjang daripada 1 dimensi yang lain.
Prismitik, jika satu dimensi bentuk kristal lebih panjang daripada kedua dimensi lain.
Irregular, jika bentuk kristal tidak teratur.
Hubungan antarkristal
• Equigranular, jika kristal pembentuk batuan berukuran relatif sama besar.
Panidiomorfik, jika sebagian besar mineralnya terdiri dari mineral yang euhedral.
Hipidiomorfik, jika sebagian besar mineralnya terdiri dari mineral yang subhedral.
Allotriomorfik, jika sebagian besar mineralnya terdiri dari mineral yang anhedral.
• Inequigranular, jika kristal pembentuk batuan berukuran tidak sama besar.
2.1.2 Struktur
Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi kedudukan lapisan yang jelas/umum dari lapisan batuan.
Pillow lava yakni struktur yang menyerupai bantal dan menjadi ciri khas dari batuan vulkanik bawah laut.
Joint yakni struktur yang ditandai dengan kekar-kekar yang tersusun tegak lurus arah aliran.
Masif yakni struktur yang tidak menunjukkan sifat aliran, jejak gas, dan fragmen lain yang tertanam dalam batuan beku.
Vesikuler yakni struktur berlubang-lubang yang disebabkan keluarnya gas ketika pembekuan magma dan menunjukkan arah teratur.
Skoria yakni struktur yang menyerupai vesikuler dengan lubang lebih besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.
Amigdaloidal yakni struktur yang lubang-lubang gasnya telah terisi mineral sekunder, seperti mineral silikat atau karbonat.
Xenolitis yakni struktur yang memperlihatkan adanya fragmen atau pecahan batuan lain yang masuk ke batuan yang mengintrusi.
2.2 Komposisi mineral
Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku, cukup dengan mempergunakan indeks warna dari batuan kristal. Atas dasar warna mineral sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
• Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari mineral kwarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit.
• Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap, terutama biotit, piroksen, amphibol dan olivin.
B. Mineral Seri Reaksi Bowen
Seri Reaksi Bowen (Bowen Reaction Series) menggambarkan proses pembentukan mineral pada saat pendinginan magma dimana ketika magma mendingin, magma tersebut mengalami reaksi yang spesifik. Dan dalam hal ini suhu merupakan faktor utama dalam pembentukan mineral.
Tahun 1929-1930, dalam penelitiannya Norman L. Bowen menemukan bahwa mineral-mineral terbentuk dan terpisah dari batuan lelehnya (magma) dan mengkristal sebagai magma mendingin (kristalisasi fraksional). Suhu magma dan laju pendinginan menentukan ciri dan sifat mineral yang terbentuk (tekstur, dll). Dan laju pendinginan yang lambat memungkinkan mineral yang lebih besar dapat terbentuk.
Dalam skema tersebut reaksi digambarkan dengan “Y”, dimana lengan bagian atas mewakili dua jalur/deret pembentukan yang berbeda. Lengan kanan atas merupakan deret reaksi yang berkelanjutan (continuous), sedangkan lengan kiri atas adalah deret reaksi yang terputus-putus/tak berkelanjutan (discontinuous).
1. Deret Continuous
Deret ini mewakili pembentukan feldspar plagioclase. Dimulai dengan feldspar yang kaya akan kalsium (Ca-feldspar, CaAlSiO) dan berlanjut reaksi dengan peningkatan bertahap dalam pembentukan natrium yang mengandung feldspar (Ca–Na-feldspar, CaNaAlSiO) sampai titik kesetimbangan tercapai pada suhu sekitar 9000C. Saat magma mendingin dan kalsium kehabisan ion, feldspar didominasi oleh pembentukan natrium feldspar (Na-Feldspar, NaAlSiO) hingga suhu sekitar 6000C feldspar dengan hamper 100% natrium terbentuk.
2. Deret Discontinuous
Pada deret ini mewakili formasi mineral ferro-magnesium silicate dimana satu mineral berubah menjadi mineral lainnya pada rentang temperatur tertentu dengan melakukan reaksi dengan sisa larutan magma. Diawali dengan pembentukan mineral Olivine yang merupakan satu-satunya mineral yang stabil pada atau di bawah 18000C. Ketika temperatur berkurang dan Pyroxene menjadi stabil (terbentuk). Sekitar 11000C, mineral yang mengandung kalsium (CaFeMgSiO) terbentuk dan pada kisaran suhu 9000C Amphibole terbentuk. Sampai pada suhu magma mendingin di 6000C Biotit mulai terbentuk.
Bila proses pendinginan yang berlangsung terlalu cepat, mineral yang telah ada tidak dapat bereaksi seluruhnya dengan sisa magma yang menyebabkan mineral yang terbentuk memiliki rim (selubung). Rim tersusun atas mineral yang telah terbentuk sebelumnya, misal Olivin dengan rim Pyroxene.
Deret ini berakhir dengan mengkristalnya Biotite dimana semua besi dan magnesium telah selesai dipergunakan dalam pembentukan mineral.
3. Apabila kedua jalur reaksi tersebut berakhir dan seluruh besi, magnesium, kalsium dan sodium habis, secara ideal yang tersisa hanya potassium, aluminium dan silica. Semua unsur sisa tersebut akan bergabung membentuk Othoclase Potassium Feldspar. Dan akan terbentuk mika muscovite apabila tekanan air cukup tinggi. Sisanya, larutan magma yang sebagian besar mengandung silica dan oksigen akan membentuk Quartz (kuarsa).
Dalam kristalisasi mineral-mineral ini tidak termasuk dalam deret reaksi karena proses pembentukannya yang saling terpisah dan independent.
0 komentar :
Posting Komentar